Jumat, 24 Oktober 2008

Bayang-Bayang Hostile Takeover

Krisis keuangan Amerika tak pelak lagi membuat keruntuhan pertumbuhan ekonomi dan harga-harga saham yang anjlok. Nyaris semua bursa saham dunia memperlihatkan grafik yang turun secara tajam, terus turun dan entah kapan akan berhenti. Hal ini juga berlaku di Indonesia. Bursa Efek Indonesia yang semula pada april lalu memiliki nilai indeks gabungan sekitar 2200 poin kini turun tajam menyentuh nilai terendah 1390 poin pada jumat lalu, sebelum kemudian naik lagi ke level 1400an akibat reaksi cepat pemerintah dan manajemen BEI yang mensuspend beberapa saham yang bermasalah, disamping dengan program dana talangan 700 miliar dolar AS yang mulai menampakkan hasil.


Bagaimanapun, keadaan kini jauh berbeda dari sebelum krisis. Dimana harga saham bisa turun mencapai 50%. Tak terkecuali saham-saham perusahaan besar atau yang lebih dikenal dengan saham bluechips. Telkom saja turun dari sekitar Rp 10.000an/lembar saham kini menyentuh angka Rp 6.800/lembar saham, Bumi Resources, perusahaan pertambangan batubara milik keluarga Bakrie lebih parah lagi, turun dari Rp 8.500 ke angka Rp 2.175/lembar saham. Belum lagi puluhan perusahaan lainnya yang listing di BEI yang mengalami penurunan saham tak jauh berbeda.

Nah, disinilah peluang sekaligus masalah muncul. Peluangnya, harga saham yang murah memicu pemerintah untuk mengusulkan pembelian kembali saham-saham (buyback) kepada para perusahaan yang terkena dampak krisis paling parah. Beberapa perusahaan bahkan bersiap-siap menyambut usulan pemerintah itu dengan melakukan buyback, seperti Adaro yang pada awalnya menganggarkan dana untuk buyback sekitar 20% saham mereka, meski pada akhirnya turun menjadi 5%. Sementara para pelaku pasar peseorangan juga disarankan membeli saham mumpung sedang murah-murahnya.

Masalah yang muncul adalah Hostile Takeover, terutama pada perusahaan - perusahaan yang mengagunkan sahamnya atas hutang. Terkoreksi tajamnya harga saham mengakibatkan nilai agunan tidak lagi sepadan dengan hutang. Maka, pihak kreditor bisa saja melakukan akuisisi secar paksa. Hostile takeover sendiri adalah suatu tindakan akuisisi yang dilakukan secara paksa. Biasanya dilakukan dengan membuka penawaran diatas saham perusahaan yang ingin dikuasai dipasar modal dengan harga diatas harga pasar (HU Republika, selasa 21 oktober). Melihat dari kenyataan dipasar, harga-harga saham yang turun cukup jauh seperti saham-saham perusahaan komoditas seperti Batubara dan minyak sawit mentah (CPO) bisa menjadi mangsa empuk bagi investor-investor asing untuk mengambil alih perusahaan. Buruk? Tentu saja. Negara bakal mengalami kerugian besar karena disaat konsumsi minyak dunia membludak, batubara adalah alternatif terbaik bagi pembangkit listrik. Dan diperkirakan kebutuhan batu bara masih akan stabil hingga 30 tahun kedepan. Sementara, menurut perhitungan Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) cadangan batubara indonesia terkira diperkirakan sekitar 13,411 miliar ton dan produksi batubara nasional mencapai 200 juta ton pertahun. Maka, cadangan batubara tersebut baru akan habis setelah 67 tahun digali. Jika dituangkan dalam bentuk uang, nilai penjualan batubara itu sendiri bisa mencapai miliaran dolar bahkan puluhan miliaran dolar. Betul-betul kerugian besar apabila kita sampai kehilangan para perusahaan tambang ini.

Jadi, menurut saya, pemerintah harus mengambil langkah cepat dalam mengatasi ancaman yang mengintai ini. Lebih baik dana sebesar 7 triliun rupiah yang disiapkan untuk menalangi Bank Indover dialokasikan untuk membeli saham-saham potensial ini.



3 komentar:

  1. betul juga bisa di beli lgi2 murah ya kan?

    ya udah aq beli 3 lembar saham si bakrie

    am telkom5 lembar

    jd semua berapa?

    BalasHapus
  2. murah sih murah tapi jangan ko beli sesikit tu! minimal 500 lembar! oya, sekedar info, telkom udah 5000/lembar, bumi 1000an....

    BalasHapus
  3. berarti keluarin kocek jutaan juga?

    ap juga murah? males ah.. mending maen di taman sari gratis..

    hehehe..

    BalasHapus

Comment Here!