Kamis, 13 November 2008

Belajarlah dari McCain

Kemarin saya melihat dilayar televisi seorang artis yang juga politikus Republik Indonesia. Kepalanya dibalut oleh jilbab dan baju yang dipakainya juga sangat sopan. Semua itu menambah nilai plus yang dimilikinya sebab wajahnya juga cantik. Tapi di infotainment pagi itu ia tampak berapi-api. Semangatnya membara menceritakan dan menuduh saingannya yang berhasil memenangi pilkada Tangerang.
Ya. Sebab musabab tuding menuding itu karena si artis kalah dalam pemilihan kepala daerah di Banten. Dia menuduh dan menggugat saingannya yang juga seorang perempuan itu membeli atau mempunyai ijazah palsu. Menurut si artis dalam bukti yang katanya dimilikinya, si saingannya tersebut mendapat gelar sarjana dari Universitas Borobudur hanya dalam waktu 15 bulan! Wallahu ‘alam. Apapun alasan dibalik gugatan sang artis, dia tetap saja kalah. Dan disitu titik penyesalan saya selaku warga negara Republik Indonesia yang luas ini. Dalam wawancaranya kepada pihak infotainment sang artis terlihat begitu angkuh. Dengan modal gelar S3 yang dimilikinya seakan-akan ia merasa jauh lebih baik dari orang lain. Penampilannya saja yang baik dan bersahaja tapi pikirannya tidak. Ia sama sekali tidak mengakui kekalahannya secara terhormat tapi malah mencari-cari kesalahan sang pemenang yang sesungguhnya.
Itulah politik Indonesia. Bergelimang uang dan kehormatan tapi tidak ada jiwa dan moral didalamnya. Sudah sering kita lihat hal-hal semacam ini terjadi. Beberapa waktu lalu Syahrial Oesman dan pendukungnya malah berencana menyerang KPUD secara anarkis karena kalah di pilkada Sumatra Selatan. Gus Dur menyeru kepada “umatnya” untuk golput di pemilu mendatang karena ia tidak memenuhi persyaratan sebagai capres. Dan yang terakhir yang paling hangat tentu saja pilkada Jatim dimana pasanagn yang kalah pimpinan Khofifah Indraparawansa menyatakan akan mengugat hasil pilkada karena diyakini ada kecurangan disana. Kalau diamati memang pilkada Jatim rentan terhadap hal tersebut. Ada dua alasan untuk itu. Yang pertama kandidat Cagub-Cawagub hanya dua pasangan dan hasil perhitungan KPU berlawanan dari hasil quick count dimana pada hasil quick count Khofifah dan pasangannya (lupa saya namanya) diprediksi memenangi pilkada. Berdasarkan berita terakhir, kemenangan Karsa (Soekarwo-Saifullah Yusuf) hanya berbeda 0,40% dari kandidat lain. Sungguh ironis.
Nah. Dari sinilah saya ingin agar orang-orang ini dan politikus-politikus ambisius Indonesia lainnya berkaca pada sosok Jhon McCain, kandidat presiden Amerika Serikat yang baru saja dikalahkan oleh “bocah kulit hitam” bernama Barack Obama. Bocah jika dilihat dari umur McCain yang lebih pantas menjadi “ayah” Obama daripada saingannya. Tepat setelah pengumuman akhir hasil pemilu, McCain dengan rendah hati dan berlapang dada mengakui dan langsung menyampaikan selamat kepada Obama atas kemenangannya itu. Tak ada lagi umpatan, ejekan dan cacian bernada rasis seperti yang biasa ia tujukan kepada Obama selama masa kampanye. Yang ada hanyalah rangkulan hangat, tulus dan penuh senyuman dari seorang veteran perang bernama Jhon McCain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comment Here!